Foto

Pagi-pagi sekali saya mendapat berkah karena Ustad Rofi’i, musyrif—sebutan untuk guru wali di asrama—mengirimi sebuah foto. Foto ini menggambarkan seorang remaja laki-laki berseragam SMP sedang tersenyum. Foto lainnya, ia bersama beberapa temannya sedang bercanda. Tampak sumringah di wajah mereka.

Anak muda itu putra ketiga saya yang sedang mondok nun jauh di sana. Bersama ratusan teman sebaya dari seluruh penjuru kota di Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan ada yang berasal dari negara lain. Cina, Taiwan, Qatar untuk menyebut beberapa.
Continue reading “Foto”

4D Theater, A Very Late Post

“Ayo nonton film, bi,” pinta Enji sambil menunjuk gedung yang tepat di hadapan kami saat ini. Gedung ini berdampingan dengan arena Go cart.

 

Abi memesan 4 tiket untuk nonton film 4D. Aku sebenarnya bertanya-tanya dalam hati, apa bedanya bioskop 3 dimensi dan 4 dimensi ini. Per tiket 15 ribu rupiah. Aku lupa judul filmnya. Yang pasti film anak-anak, film kartun. Kalau tidak salah tentang petualangan Billy, seekor burung. Setelah menerima tiket, segera kami menuju gedung bioskopnya. Petugas penjaga pintu memberi kami kaca mata khusus untuk menonton film jenis ini. Keseluruhannya berwarna hitam.

Continue reading “4D Theater, A Very Late Post”

Stasiun Malang Kota Baru

Akhirnya KA sampai di Malang setelah 2 jam lebih perjalanan. Kami turun di stasiun Malang Kota Baru. Karena ini pertama kalinya kami turun di stasiun ini kami coba mengikuti penumpang di depan. Ternyata turun dari KA kami harus menuruni tangga kemudian naik tangga kembali. Baru kemudian kami dapati sedang berada di pintu keluar KA.
 

Banyak orang berjualan di sisi kanan dan kiri pintu ini. Di depannya tempat parkir sepeda motor. Agak ke depan rupanya terminal sementara.  Banyak angkutan kota mangkal di situ. Kata abi, itu lin DPL. Angkot itu menuju ke terminal Landungsari. Dari Landungsari, ada lin lagi menuju ke Dau. Continue reading “Stasiun Malang Kota Baru”

Naik Kereta Api

Akhirnya cita-cita untuk naik kereta api kesampaian juga. KP bulan ini kami tempuh dengan KA Penataran. Tiket yang kupegang menunjukkan jam keberangkatan pukul 12.02. Abi hanya membelikan tiket berangkat karena untuk kepulangan tidak ada yang pas waktunya. Tiketnya murah sekali, 12 ribu rupiah per orang.
 
KP bulan ini berbarengan dengan penerimaan raport tengah semester. Jadi, abi menyarankan agar kami berangkat agak siangan sehingga bisa sampai di pondok sekitar Asar. Untunglah, Sabtunya termasuk Sabtu pertama, waktu libur. Hari Sabtu pagi kami berbelanja beberapa barang pesanan Salman. Sarung, piring, susu, makanan dan minuman ringan untuk sebulan.
 

Continue reading “Naik Kereta Api”

Kumis

Alhamdulillah. Akhirnya aku bertemu dengannya. Santri mungil di shaf pertama. Ketika kupandangi wajahnya, ada yang berubah. Di atas bibirnya mulai bermunculan rambut-rambut halus yang akan menjelma kumis. Alis matanya menjadi lebih hitam dan pekat. Apakah memang demikian ataukah karena hawa pegunungan yang menjadikan kulitnya lebih bersih sehingga alisnya tampak tebal?
 
Salman tampak sedikit lebih berisi. Apakah karena rambut gondrong yang membuatnya demikian? Santri mungilku hari itu lebih ceria. Ia bercerita banyak hal. Membuat hatiku berbunga-bunga. Beda ketika pertama kali KP di bulan kemarin. Rasanya aku ingin menangis melihatnya tidak begitu bersemangat. Mungkin karena kurang tidur.

Continue reading “Kumis”

Di shaf pertama

Aku terbangun ketika jarum jam menunjukkan pukul 02.45. Sepi menyelimuti. Hanya suara ayat-ayat Alquran dari masjid yang menggema pelan. Disusul azan pertama. Seluruh penghuni guest house ini masih terlelap. Suara dengkuran masih tersisa. Aku menjadi yang pertama terjaga.
 
Segera kusisir rambutku. Kuikat dan kukenakan jilbab. Kurapikan selimut yang membungkus tubuh Enji. Ia tampak tenang dalam tidurnya. Kusiapkan mukena menuju ke masjid. Aku ingin ikut sholat lail seperti di bulan lalu.

Continue reading “Di shaf pertama”

Sandalku…

Hari Ahad, 2 September 2018 KP kedua. Seperti biasa, kami merencanakan berangkat hari Sabtu malam agar bisa bermalam di sana. Untuk KP kedua ini sebenarnya abi sudah mengantongi tiket KA. Sayang, jam keberangkatan yang terlalu malam—20.30 membuat kami berubah pikiran. Kami menggunakan moda bus untuk kedua kalinya. Tidak mengapa. Toh, bulan lalu perjalanan lancar jaya. Bus yang kami tumpangi bagus, bersih, dan kursinya besar. Ruang kaki juga lebih lebar.

Bungurasih di malam ahad sangat ramai. Kulihat tempat bus patas arah  alang di platform 7 masih kosong. Sebaliknya, para penumpang sudah antre bergerombol. Tidak rapi seperti warga Jepang ketika antre. Bahkan saat evakuasi gempa pun, mereka masih berdiri di antrian. Berjajar rapi. Aku mulai resah bagaimana menyikapi ini.

Continue reading “Sandalku…”

Ba’da Salat Lail di Batu

Alhamdulillah.

Entah alarm milik siapa yang meraung-raung. Aku terbangun. Kugesekkan jemari ke layar handphone untuk mencari tahu jam berapa sekarang. Ternyata pukul 02.46. Sebentar lagi pukul 3 dini hari. Pasti anak-anak akan dibangunkan untuk salat lail.

Segera aku kumpulkan kekuatan menuju ke kamar mandi. Ternyata di kamar mandi penginapan ini sudah antri seorang ibu.  Ada lagi seorang ibu membawa tas kresek berisi pakaian menuju masjid. Penginapan walsan putri terletak tepat di samping masjid. Continue reading “Ba’da Salat Lail di Batu”

KP pertamaku

KP adalah  kependekan dari kunjungan panjang. Satu hari yang ditunggu-tunggu oleh semua wali santri (walsan). Apalagi emak-emak seperti aku.
KP ini berlaku sebulan sekali. Santri bisa diajak keluar bersama keluarga mulai
pukul 07.00 dan kembali maksimal pukul 17.00.

Beberapa walsan sudah booking kamar di Guest House yang ada di sekitar pondok. Dari grup walsan yang kuikuti harga penginapan tersebut bervariasi. Ada yang mulai 200 sampai 600 ribu. Tergantung fasilitas yang ditawarkan. Aku dan suami memutuskan untuk menginap di Guest House pondok yang
baru jadi. Harapannya, bisa ikut merasakan malam dan salat lail di sana. Humas pondok mengatakan kalau GH-nya sederhana. Bagi kami, tidak mengapa. Toh, tujuannya hanya menginap. Selain itu, kami ingin menikmati malam dengan kegiatan yang biasanya dikerjakan para santri.

Rencana kami naik kereta api ke pondok tidak terlaksana karena suami kehabisan tiket untuk hari Sabtu dan Ahad yang dimaksud. Ada tiket yang tersisa tetapi kami harus berdiri. Abi memutuskan tidak mengambilnya dan mengubah rencana dengan menggunakan moda transportasi bus. Aku segera menyiapkan segala keperluan untuk Salman. Bedcover pengganti, songkok putih, topi tebal. Semua kumasukkan ke dalam tas. Tinggal membelikan jajanan, piring,  dan setrika.
Selain itu, aku harus membereskan urusan cucian agar tidak mengganggu
agenda kerja seminggu ke depan. Semua cucian kuselesaikan di hari Jum’at.
Seragam kerjaku, milik suami, dan seragam anak-anakku sudah kucuci dan kujemur. Baju-baju rumah sudah dilipat. Stok makanan untuk anak yang kutinggal segera kusiapkan.
***
Alhamdulillah. Tsumma alhamdulillah.
Perjalanan hari ini lancar. Kami mulai dari belanja kue-kue Salman di toko
langganan kami. Toko ini sangat lengkap. Sayang, piring yang kumaksud tidak
kutemukan. Akhirnya kami mencari di toko kedua. Alhamdulillah, setrika seharga 150-an segera berpindah tempat. Setelah merampungkan salat maghrib kami menuju ke Bungurasih.
Sekitar pukul 19. 00 bus berangkat. Lancar. Sekitar pukul 21-an, bus berhenti tidak jauh dari terminal Arjosari. Persisnya di depan Alfamart, tempat penjemputan penumpang moda online.  Abi segera memesan taksi. Tidak lama kemudian datanglah mobil sedan merah mendekati kami. Mobil itulah yang membawa kami ke Dau, desa Sumbersekar tempat malaikat kecilku mondok.
Sempat ada insiden kecil karena jari Abi tidak sengaja menekan tombol cancel sehingga sang driver minta kami memesan yang lain saja. Setelah dicoba memesan lagi akhirnya mobil yang sama yang mengantar kami. Karena alamat yang kami tuju tidak ada di peta, maka kami memakai alamat terdekat. Ternyata ini berimbas. Kami harus membayar kelebihannya dgn nominal yg cukup besar. Ya sudahlah.  Yang penting sudah sampai di tujuan dengan
selamat.
Seorang satpam segera mengantar kami masuk, menunjukkan tempat
penginapan yang terpisah antarta walsan putra dan walsan putri. Kami tidak bersegera menuju penginapan. Kami menuju saung di samping masjid untuk makan nasi bungkus yang dibeli Abi di dekat Alfamart tadi. Hawa dingin segera menyapa kami.
Ditemani cericit hewan malam kami duduk melingkar, menghabiskan nasi bungkus. Tak lama kemudian, Abi segera mengantarku dan bungsuku ke penginapan putri. Tas berisi perlengkapan Salman dan oleh-oleh ditinggal di sini. Abi berlalu dengan memanggul backpack-nya.
Guest house ini baru jadi.  Kondisinya masih sederhana.  Ruangannya cukup luas dialasi karpet coklat muda. Dindingnya berwarna kuning muda dan bergorden hijau tua. Ada sekitar 16 kasur busa. Beberapa diantara sudah dilapisi sprei berwarna hijau muda kombinasi hijau tua. Seorang ibu yang kutemui menunjuķkan ada 1 kasur yang bisa kupakai tetapi tidak dibungkus sprei.
Untunglah aku membawa bedcover untuk menutupi kasur busa tersebut. Ternyata suhu di dalam ruangan cukup hangat. Berbeda jauh dengan  kondisi di luar. Angin membawa hawa dingin pegunungan.  Ketika aku mengedarkan
pandangan, tampak ibu-ibu yang sudah terlelap terbungkus selimut.  Para ibu yang menunggu bertemu sang buah hati. Beberapa di antara membawa anak kecil. Seperti diriku.
Segera kutunaikan salat Isya. Karena lelah, bungsuku dengan mudahnya
terlelap. Sementara aku masih belum mampu memejamkan mata. Kutulis catatan ini di keheningan malam yang beradu dengan suara dengkur.
Batu, 1182018/23.30