Secangkir Kopi Subuh

Secangkir kopi Subuh yang tinggal kenangan (Dok.pri)

Ingin dikenang seperti apa Anda jika kelak tiada?

Saya mengenang almarhum suami dalam secangkir kopi Subuh. Setiap Subuh seperti ini biasanya beliau pulang dari masjid bersama anak laki-lakinya. Sementara kami – yang perempuan salat Subuh di rumah. Begitu sampai di rumah, saya akan menyambutnya dengan secangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas. Menguarkan tajam aroma Arabika. Biasanya kopi itu ditemani dengan pisang goreng. Abi tidak pernah bosan dengan pisang goreng. Syaratnya satu, pisang kepok yang tidak terlalu matang.

Ini berbeda selera dengan saya. Saya lebih menyukai pisang kepok itu dikukus. Saat diturunkan dari panci pengukus, pisang yang masih panas itu saya kupas. Saya tusuk dengan garpu dan dinikmati panas-panas. Maknyuss… . Itu menurut saya. Menurut Abi, saya kurang alami. Pakai tangan, Mi. Biar bisa merasakan derajat panas pisang itu. Heeemm… Continue reading “Secangkir Kopi Subuh”

Pernakah Kau Merasa Ditampar?

Pagi ini saya (masih) merasakan efeknya. Setelah saya ingat-ingat, ada tamparan serupa yang saya rasakan beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19. Ada baiknya saya ceritakan secara kronologis. Tamparan pertama kemudian tamparan terbaru, tadi malam.

Saat itu saya sedang membantu menyiapkan sebuah tasyakuran kecil di rumah kakak saya, Mbak Sri. Event-nya nunut pengajian PKK RT. Kakak saya ini menempati rumah orang tua kami (almarhum) di Surabaya, saya tinggal di Sidoarjo. Rumah masa kecil saya.

Seperti biasa, saya suka berada di dapur. Ada tiga ibu-ibu yang membantu menyiapkan makanan. Usianya sebelas-dua belas dengan saya.  Sambil tangan ini lincah memotong-motong lontong, telur, menyiapkan kentang, dan sebagainya mulut kami tak berhenti bicara. Khas emak-emak. Continue reading “Pernakah Kau Merasa Ditampar?”