Dilema Etika vs Bujukan Moral (2)

Kemarin sudah saya tuliskan 4 paradigma yang bisa dipakai jika menghadapi dilema etika. Selain menggunakan paradigma-paradigma yang ada, ada yang namanya 3 prinsip pengambilan keputusan.

Pertama, berpikir berbasis hasil akhir (end-based thinking). Artinya, keputusan yang diambil untuk kebaikan orang banyak. Kedua, berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking). Keputusan yang diambil sudah sesuai dengan aturan atau tugas yang dibebankan dan ketiga berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

Setelah itu baru keputusan yang telah diambil tadi dicek kembali berdasarkan 9 langkah pengecekan. Seperti apa itu?

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.

Langkah ini menjadi sangat penting karena kita dipaksa berpikir jernih, mengidentifikasi masalah dengan baik. Mampu membedakan antara sopan santun misalnya dengan yang benar-benar terkait moral. Singkatnya, nggak boleh asal dalam menentukan keputusan alias sembrono.

  1. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Ketika menelaah kasus dilema,  kita harus menentukan siapa yang menghadapi dilema. Pada kasus pertama kemarin, yang terlibat adalah mbak Ummu Ayyubi, ayahnya, dan pihak yayasan. Kasus kedua, Kalila, dan ketua panitia. Kalau kita tidak ada di dalamnya bukan berarti kita acuh tak acuh melainkan harusnya merasa terpanggil karena menyangkut urusan  moral.

  1. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Untuk mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab kita membutuhkan data yang lengkap dan detil. Apa yang terjadi pada siapa, apa yang dikatakan, bagaimana hal tersebut bisa terjadi dan hal-hal sejenisnya lah yang sekiranya bisa menjadi pijakan dalam mengambil keputusan. Kita juga harus mampu memprediksi kira-kira apa yang akan terjadi jika keputusan ini kita ambil.

  1. Menguji benar atau salah

Pertama, uji legal. Adakah aspek pelanggaran hukum dalam situasi yang sedang dihadapi? Kalau ada berarti bukan dilema (karena dilema etika itu benar vs benar), namun bujukan moral (benar vs salah). Kalau seperti ini,  keputusan yang diambil antara mematuhi hukum atau tidak. Nah, ini tidak ada hubungannya dengan moral.

Kedua, uji regulasi. Jika situasi yang dihadapi itu dilema etika tentu tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya namun ada kehilangan respek terhadap orang. Contohnya, saat Mbak Ummu Ayyubi tadi tidak mendatangi fit and proper test tentu ada penilaian tersendiri dari yayasan terhadap kinerjanya.

Ketiga, uji intuisi.  Bahasa sederhananya apakah tindakan atau keputusan yang kita hasilkan itu sesuai atau berlawanan dengan nilai-nilai yang kita yakini. Rasanya hal ini umum bagi kita. Kadang kita mengandalkan perasaan yang kuat untuk menentukan keputusan.

Keempat, uji publikasi. Kalau yang ini kita harus merefleksi diri apa yang akan kita rasakan bila keputusan ini dipublikasikan dan menjadi viral. Bila kita merasa tidak nyaman bisa jadi kita sedang menghadapi bujukan moral.

Kelima, uji Panutan/Idola. Uji yang ini kita bayangkan apa kira-kira yang akan dilakukan oleh idola kita jika menghadapi permasalahan yang sama dengan yang kita hadapi

Kalau situasi dilema etika yang sedang kita hadapi gagal di salah satu uji keputusan di atas atau bahkan lebih maka kita wajib berhati-hati. Jangan-jangan itu bukan dilema etika tapi bujukan moral.

  1. Menguji dengan Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma yang ada, situasi yang sedang kita hadapi ini termasuk dalam paradigma yang mana? Apakah individu vs masyarakat, kebenaran vs kesetiaan, keadilan vs rasa kasihan, atau jangka pendek vs jangka panjang? Hal ini penting dilakukan karena kita akan meyakinkan bahwa masalah yang sedang kita hadapi ini benar-benar untuk memutuskan hal terbaik dari yang baik.

  1. Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Apakah berpikir berbasis hasil akhir (end-based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking), berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

  1. Menginvestigasi Opsi Trilema

Nah… ini istilah baru bagi saya. Jadi begini, kalau dalam mengambil keputusan itu kita tiba-tiba menemukan opsi lain di luar 2 opsi yang harus kita pilih, itu disebut investigasi opsi

trilema. Semacam cara-cara untuk berkompromi dalam situasi tersebut. Contohnya, Mbak Ummu Ayyubi dalam kasus 1 kemarin. Ia tidak langsung memutuskan untuk datang ke fit and proper test atau tidak datang  tetapi ia mengambil keputusan menelpon dulu ke pihak yayasan untuk mengabarkan kondisi terkini dirinya. Kemudian mencari saudara yang bisa membantu ayahnya sehingga ia bisa mendatangi fit and proper test tersebut. Win-win solution lah.

  1. Membuat Keputusan

Sampailah kita pada suatu titik di mana kita harus memutuskan sebuah persoalan dengan pertanggungjawaban moral.

  1. Melihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Setelah membuat keputusan,  kita lihat kembali serangkaian proses sebelumnya dan ambil pelajaran sebagai acuan bagi kasus-kasus di masa yang akan datang.

Satu hal yang perlu diingat bahwa 9 langkah tadi bukan patokan yang saklek dalam mengecek pengambilan keputusan yang kita lakukan. Sebagaimana keterampilan lain, keterampilan dalam mengambil keputusan bisa diasah sehingga semakin sering akan semakin tajam pisau analisa terhadap masalah yang sedang kita hadapi.

Selamat mencoba.

 

Sidoarjo, 10 September 2021

(Dirangkum dari materi Pendidikan Guru Penggerak modul 3.1. yang disarikan dari buku “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rusworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers)

One Reply to “Dilema Etika vs Bujukan Moral (2)”

Leave a Reply to Jalaluddin Cancel reply

Your email address will not be published.