Insight

Insight adalah hal yang kita dapatkan dari mempelajari sesuatu. Belajar bisa dengan cara membaca, mendengarkan, berdiskusi, mengikuti workshop, lokakarya dan sejenisnya.
Kali ini saya ingin berbagi insight yang saya dapatkan dari Pendidikan Program Guru Penggerak (PPGP) Angkatan 2 yang sedang saya ikuti saat ini. Tulisan ini sekaligus sebagai tugas menyelesaikan modul 1.1.a.9. Koneksi Antar Materi – Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Setelah hampir dua pekan membaca, mengakrabi, dan memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara saya merasa menemukan banyak wawasan baru terkait pendidikan yang menginspirasi. Saya mencatat beberapa di antaranya.
Sebelumnya, saya percaya bahwa anak-anak di kelas harus mendapatkan informasi yang banyak–berlimpah bahkan– sebagai bekal bagi kehidupan mereka kelak. Sebagai guru kita harus mengisi mereka dengan pengetahuan yang beraneka ragam agar mereka bisa kaya secara intelektual dan mampu survive di zamannya.
Sebenarnya, saya sudah memahami bahwa setiap anak itu unik hanya saja bagaimana cara kita mengelola keunikan itu yang masih jadi proses pencarian. Nah, dengan memahami filosofi Ki Hajar Dewantara semakin memantapkan saya dalam mencari cara memahami setiap anak yang unik tersebut.
Dari materi yang saya dapatkan, diskusi dengan teman sejawat, diskusi di ajang virtual bersama teman-teman CGP lain dan fasilitator tentunya saya menemukan sebuah perubahan mendasar pada pola pikir saya terhadap pendidikan sesungguhnya.
Saya baru menyadari ternyata pendidikan itu bukan mengisi tetapi menuntun. Sebab anak sudah dibekali dengan potensi masing-masing. Dan setiap anak tidak sama potensinya. Anak-anak tumbuh menurut kodratnya sendiri. Ini keunikan individu yang saya maksud di atas.
Sebagai guru kita bertugas mengarahkan, merawat, menuntun, menumbuhkan kodrat yang dimiliki seorang anak. Seperti halnya anak yang baru belajar berjalan, tentunya ia punya potensi untuk berjalan. Kita menuntunnya, mengarahkannya, memudahkan jalannya. Ternyata, pendidikan seperti itu.
Setelah memahami hal tersebut, tentunya sebagai guru, kita mencoba mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Barangkali kita bisa berpegang pada dasar kerja pendidikan yang terkenal dengan Tri loka.
Ing ngarso sung tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi contoh, di tengah membangkitkan semangat, kreativitas, dan di belakang memberikan dukungan. Dengan demikian, kita bisa memosisikan diri dengan baik ketika bersama anak didik. Mementingkan mereka, memanusiakan mereka.
Membangkitkan potensi mereka sehingga tumbuh kembang mereka bisa optimal yang pada akhirnya menuju tujuan pendidikan itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan tersebut adalah Tri Rahayu. Hamemayu hayuning sarira, hamemayu hayuning bangsa, dan hamemayu hayuning bawana. Memelihara keindahan diri, menjaga dan memelihara bangsa serta menjaga dan merawat alam semesta. Artinya, pendidikan itu kunci kehidupan. Dengan pendidikan kita menaikkan harkat dan martabat kita, bangsa, dan alam semesta.
Relevansinya sekarang adalah dengan menjadi guru yang baik, yang merdeka, berpihak pada murid agar memudahkan kita mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu menciptakan Profil Pelajar Pancasila. Pelajar yang tidak hanya pintar secara intelektual tapi juga santun secara moral. Memiliki empati yang tinggi, mampu memahami perbedaan, berdaya saing tinggi, dan siap berkolaborasi dengan siapa saja.
Semoga
Sidoarjo, 28 April 2021
Bergerak bersama Guru Penggerak

Ada yang menarik dalam dua-tiga hari ini. Saya di-invite oleh sahabat saya bu Nursofiah ke dalam grup Calon Guru Penggerak (CGP) Surabaya. Segera saya ikuti link yang dibagikan dan mendapati ada beberapa orang yang sudah bergabung. Dari sekitar 30-an guru, hanya dua orang yang ada di kontak HP saya. Pak Aan Minan dan bu Nursofiah. Keduanya guru SD Kyai Ibrahim Surabaya. Saya kenal baik dengan Pak Aan di seleksi lomba guru beberapa tahun silam. Bu Nursofiah, saya mengenalnya karena kami memiliki minat yang sama: literasi. Continue reading “Bergerak bersama Guru Penggerak”
Abi dan Kompetisi

“Abi…. aku lolos…, “ seru saya ketika kebetulan saya lolos dalam sebuah kompetisi atau memenangkan sebuah lomba. Saya menghambur dalam pelukannya. Ia merapatkannya. Sekecup ciuman mendarat di kening saya.
“Umik hebat!!!” katanya. Segera ia banggakan saya di depan putra-putri kami. “Umikmu hebat!” serunya dengan mata berbinar-binar.
Dan saya selalu menjawab begini,
“Umik bisa lolos di lomba ini karena dukungan Abi. Kalau Abi nggak support, nggak mungkin Umik bisa seperti ini.”
Menjadi Guru Penggerak

Barangkali sudah menjadi “bawaan” sehingga saya merasa ingin berkontribusi dalam suatu kegiatan. Dulu, ketika saya masih tinggal di perumahan lama saya menginisiasi sebuah kegiatan dengan beberapa teman. Saat itu hanya 5 keluarga yang menempati rumah dalam satu blok. Di blok-blok yang lain saya lihat tidak sampai 10 rumah yang sudah ditempati. Sepi.
Ketika sudah mencapai 8-10 keluarga akhirnya kepengurusan kampung dibentuk. Kami pun-para ibu membentuk kepengurusan PKK. Kami mulai mengadakan arisan dan beberapa program pokok PKK lainnya baik itu di bidang keagamaan, kesehatan maupun sosial. Program sederhana saja. Continue reading “Menjadi Guru Penggerak”
