
Sepekan ini saya patah hati. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Hari-hari saya begitu gloomy. Nyaris mayoritas waktu saya gunakan untuk merenung dan menangis. Mencoba memaknai takdir. Saya benar-benar patah hati. Seingat saya, patah hati terakhir saya adalah ketika ditinggal wafat suami. Hampir tiga tahun yang lalu. Kini, saya kembali pada sujud-sujud panjang di atas sajadah, di dini hari, di tengah malam yang buta, bahkan di siang hari yang terik.
Saya dimutasi. Apa hubungan mutasi dan patah hati? Banyak. Pertama, karena mutasi kali ini terkesan mendadak sekali. Saya baru saja menemani siswa-siswa dalam Student Immersion Program ke Australia selama sepekan tiba-tiba mendapat telpon dengan kode “pantang menolak tugas”. Kode yang membuat saya patah hati. Continue reading “Patah Hati”