
Apa yang terbesit dalam benak Anda jika mendengar kata reuni? Ya. Masa lalu. Paling tidak, yang punya kisah manis pasti akan tersenyum simpul. Membayangkan hari-hari indah di masa lalu. Eits, ini bukan selalu tentang asmara. Bisa jadi tentang persahabatan, keusilan, kekonyolan, kenakalan di masa remaja untuk menyebut beberapa. Bahkan kepiluan di masa lalu sekalipun bisa menyunggingkan senyum. Mengingat begitu banyak perjuangan yang dilakukan untuk bisa sampai pada titik ini.
Time flies.
Rindu. Sepertinya kata tersebut sangat mewakili perasaan para alumni Sixers— sebutan warga SMAN 6 Surabaya—Angkatan 91 saat mendatangi reuni di Grand Mercure Mirama, Sabtu 30 September 2023. Rindu pada sahabat-sahabat di masa remaja. Rindu pada canda tawa. Rindu pada kebersamaan. Bahkan rindu pada seragam SMA yang sudah 30-an tahun ditanggalkan. Sebagai dress-code reuni, kerinduan menjadi terobati.
Rindu menggerakkan kalbu. Ratusan kilometer ditempuh. Mobil pribadi, bus, kereta api, dan pesawat membawa mereka dari luar kota Surabaya, bahkan ada yang dari luar Jawa. Semuanya membawa kepingan rindu. Karena kerinduan pulalah, para panitia bekerja sangat keras. Saya mengikuti dari grup-grup yang ada bagaimana menggerakkan semua sumber daya agar acara reuni terlaksana. Booking venue, memilih menu, menyiapkan acara, mengontak teman-teman yang berkenan sebagai sponsor, termasuk mengelola puluhan doorprize di dalamnya. Ketika sesi acara pun, para MC menggarapnya dengan cantik.

Dalam perjumpaan inilah, saya temukan mutiara. Dari yang saya lihat dan saya dengar beberapa teman membagikan rezekinya agar semua anggota Sixers bahagia. Rezeki bisa berupa free-pass untuk datang ke reuni, seragaman jilbab cantik, serta beragam doorprize mulai dari tumbler, kain batik, magic com, voucher menginap di hotel, spa, ikut kursus public speaking, TV, HP, sampai sepeda berharga jutaan rupiah.
Dalam makna yang lebih luas, rezeki bisa berupa nikmat sehat dan waktu luang untuk bertemu. Tidak semua orang dikaruniai hal ini. Beberapa teman tidak bisa hadir karena banyak hal. Bisa jadi ada hak tubuh yang harus ditunaikan—beristirahat karena sakit misalnya, ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan atau ada acara keluarga yang mewajibkannya hadir. Jadi, hadir di acara kemarin adalah rezeki tersendiri. Bertemu dan saling bercerita. Mengingat-ingat kenangan masa lalu.
Reuni ternyata juga tentang masa kini. Puluhan tahun tidak bersua, saat bersua menyeruak uban di kepala. Selintas keriput malu-malu menyembul di kulit para lolita (lolos lima puluh tahun), bahkan seksi—seket siji (bahasa Jawa artinya lima puluh satu). Meskipun umur hanya hitungan angka, tetapi kondisi fisik tak bisa berdusta. Beruntunglah kita yang masih sehat dan tetap cantik/tampan sesuai umurnya. Kita harus sepakat bahwa standar kecantikan di masa remaja tentu berbeda dengan kecantikan di masa sekarang.
Reuni juga melahirkan empati. Di antara gempita rasa bahagia, ada beberapa teman yang sedang ditimpa musibah. Kehilangan pasangan misalnya. Untunglah, saya berada di komunitas dengan empati yang tinggi. Kabizat—Keluarga Besar Satu Tujuh—kami menyebutnya. Kami mengunjungi seorang sahabat yang baru saja kehilangan suami. Memberikan dukungan dan penghiburan. Bagaimanapun juga, dukungan sahabat adalah hadiah termahal. Bagi orang-orang yang pernah kehilangan, tahu benar bagaimana rasanya.

Kami juga mengunjungi seorang teman yang sedang sakit. Kebetulan dia teman sebangku saya saat kelas 1 SMA. Penglihatannya sangat berkurang karena diabetes yang menyerang. Sudah lama saya ingin sekali berjumpa. Rupanya Allah baru mengabulkannya kemarin. Alhamdulillah. Menyaksikannya masih tersenyum dan ceria merupakan kebahagiaan tersendiri.
Masih jelas dalam ingatan bagaimana kami di masa lalu. Angkot adalah kendaraan kami. Pulang pergi naik bemo lyn W jurusan Dukuh Kupang-Kapas Krampung kalau tidak salah. Teman saya ini turun di Kupang. Saya melanjutkan ke Dukuh Kupang. Kalau pulang sekolah biasanya kami menunggu bemo di samping SMA Trimurti. Terkadang di samping kantor pos persis di depan Grahadi. Suatu hari pernah kami kemalaman, tidak dapat bemo karena sudah dipenuhi anak-anak SMA kompleks. Akhirnya, naik becak berdua. Ongkosnya kurang. Tukang becaknya marah. Hahaha…
Hari Ahad adalah hari yang kami nanti karena ada kegiatan ekstrakurikuler. Kami memilih pencak silat Perisai Diri. Alasan utamanya karena ingin membekali diri dengan keterampilan bela diri. Saya merasa bela diri sangat penting bagi remaja putri untuk menjaga diri. Apalagi, ada pelatih yang masih muda dan tampan. Kami sering membicarakan tentang pelatih itu. Normal lah… masih remaja. Setelah lulus, kami memililih perguruan tinggi yang berbeda. Masih sempat bertemu namun tidak sesering dulu. Masing-masing dari kami harus berjuang memenangkan masa depan.
Waktu begitu cepat berlalu. Kata Shakespeare— the swiftest hours as they flew.
Reuni pun usai. Semua Sixers kembali pada keluarga, harta yang sesungguhnya. Namun, saya lihat sejumlah sahabat di Kabizat masih saja menciptakan kenangan. Rupanya perjumpaan kemarin dirasa masih kurang. Terima kasih atas kebersamaan, kekeluargaan, dan persahabatan yang tercipta. Semoga segala apa yang telah teman-teman keluarkan bernilai jariah yang tidak putus dimakan usia. Semoga selalu sehat kawan, dan selalu dalam ketaatan.
Sidoarjo, 2 Oktober 2023

MasyaAllah…..bagus sekali karyanya bu Herna …..di tunggu cerita berikutnya tentang kebersamaan Kabisat.
sukses selalu berkarya dalam tulisan…..
Matur nuwun say. Pengin nulis kisahe Pak Guru wingi asline
Ma syaa Allah,,,
boleh request yaach,,,syukur² dlm bentuk buku utk 2431
wait… apa itu 2431?
Masyaa Allah Tabarakallah
Sehat sehat selalu
Aamiin Ya Rabb…doa yang sama ya kawan
Maayaa Allah,,,
Barakallahu dan sehat sll bu Herna Kabizat
Smg silaturahim ini sll ttp terjalin ??
❤️?
wafiika barakallah… matur nuwun bu dwi. Doa yang sama nggih. Aamiin
. Thanks utk Herna yg sudah meng-capture reuni kita kemarin dlm tulisan yg cantik
Sama2. Semoga selalu sehat ya.
ternyata Herna anak PD juga, Salam Bunga Sepasang
Betul. Salam balik dari bunga sepasang… hehehe