
Ki Hajar Dewantara (KHD) mencetuskan azas pendidikan yang kita kenal dengan Patrap Triloka ketika mendirikan Perguruan Taman Siswa. Tiga semboyan yang sangat akrab di telinga kita. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru bisa mengacu pada Patrap Triloka tersebut dalam mengambil keputusan.
Ing ngarsa sung tuladha– di depan memberi contoh. Ketika kita mengambil sebuah keputusan harus benar-benar mempertimbangkan agar keputusan tersebut tepat sasaran, fokus pada tujuan. Dengan demikian, murid bisa melihat kita sebagai role model di kelasnya. Seorang decision maker andal.
Ing madya mangun karsa berarti ketika kita berada di tengah-tengah murid harus mampu membangun kekuatan, potensi yang ada dalam diri mereka. Segala keputusan yang kita ambil harus berpihak pada murid. Bagaimana keputusan tersebut mampu mengulik setiap potensi murid yang masih terpendam. Guru harus cerdas, kreatif, inovatif agar mampu memendarkan ide dan gagasannya dalam mengembangkan murid.
Tut wuri handayani artinya di belakang memberikan dorongan. Keputusan-keputusan yang kita ambil hendaknya mampu mendorong kepercayaan diri murid, potensi berkembang murid sehingga mereka merdeka melangkah. Tentu saja kemerdekaan yang kita berikan juga harus diiringi oleh tanggung jawab.
Dalam mengambil keputusan, kita banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita. Keputusan yang diambil oleh seseorang yang memiliki nilai religius tinggi tentu saja berbeda dengan mereka yang kurang. Mengapa demikian? Karena nilai-nilai tersebut sudah inheren dalam dirinya. Sudah menjadi way of life, pandangan hidupnya sehingga ketika harus memutuskan sesuatu pasti akan memanggil nilai-nilai tersebut. Mematutkannya. Mengaplikasikannya. Sebagai guru sudah selayaknya kita memiliki nilai-nilai positif yang bisa memengaruhi prinsip-prinsip kita dalam memutuskan suatu masalah.
Mengambil Keputusan
Keterampilan mengambil keputusan ini bisa dipelajari. Sebagaimana skill lain, semakin sering berlatih semakin terampil kita. Pendidikan Guru Penggerak (PGP) cukup memberikan wadah bagi berkembangnya kemampuan tersebut. Misalnya praktik coaching yang dilakukan Calon Guru Penggerak (CGP) bersama siswa dan rekan sejawat. Praktik ini sangat membantu jika suatu saat dihadapkan pada permasalahan.
Ada lagi wawancara dengan teman sejawat terkait kasus bu Tati. Masih ingat, kan? Bu Tati itu guru kelas V SD. Kelasnya paralel. Beliau terkenal tegas, disiplin. Suatu hari Anda melihat ada seorang murid yang dihukum di bawah terik matahari, di tengah lapangan yang berbatu. Dia menghadap ke kelas bu Tati sambil menangis. Nah, sebagai rekan sejawat bu Tati apa yang akan Anda lakukan melihat situasi seperti ini. Apakah Anda mau menginterupsinya atau bagaimana?
Saya menemukan fakta menarik saat melakukan wawancara dengan teman sejawat. Menurut teman saya ini, pertama kita harus berpikir jernih. Murid tersebut bisa jadi bukan dari kelas bu Tati mengingat kelas V paralel, berarti ada banyak kelas. Kalaupun si murid ini menghadap ke kelas bu Tati, bisa jadi ia dari kelas bu Tati. Bisa jadi dari kelas lain yang diminta oleh gurunya menghadap kelas tersebut. Cukup logis. Ia menganalogikan saat melihat anak yang terpaksa belajar di luar karena suatu hal, sebagai guru kita tidak langsung bertanya pada guru yang bersangkutan mengapa harus ada beberapa murid di luar.
Langkah pertama adalah menenangkan murid tersebut. Kita tidak bisa mengintervensi wilayah pembelajaran teman kita. Kalau sudah ditemukan akar permasalahan sebenarnya baru bisa ditentukan langkah selanjutnya. Misal benar dari kelas bu Tati, kita bisa bertanya tetapi tidak pada saat itu juga karena bu Tati sedang mengajar. Keputusan yang diambil teman saya tadi berangkat dari nilai-nilai yang dimilikinya sebagai guru. Salah satunya saling menghormati profesi.
Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan positif, kondusif, aman, dan nyaman. Pada kasus teman saya di atas misalnya. Saat ia menahan diri untuk mengkonfirmasi hukuman yang diberikan bu Tati pada murid tadi sebenarnya ia berusaha untuk menciptakan atmosfir bekerja-belajar yang kondusif. Tidak bisa dibayangkan seandainya teman saya tadi langsung “melabrak” bu Tati ke kelasnya sementara beliau sedang mengajar. Murid-murid yang di kelas pun tentunya bertanya-tanya jika dua gurunya “berantem”.
Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan dalam aplikasinya. Bisa jadi tidak selalu mulus. Namun, saya yakin kalau di lingkungan saya sepertinya tidak terlalu menemukan kesulitan jika keterampilan pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika diterapkan. Justru akan sangat membantu karena keterampilan tersebut memang diperlukan bagi guru dalam menyelesaikan permasalahan. Teman-teman saya di SMP Al Hikmah Surabaya rata-rata berpikiran terbuka terhadap ilmu sehingga memudahkan jika harus mengadopsinya. Semoga di lingkungan teman-teman CGP lain juga demikian.
Akhirnya, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab seperti ini sejalan dengan pembelajaran yang memerdekakan murid. Keputusan yang kita ambil harus benar-benar berpihak pada murid. Jika kita sudah melakukan hal ini tentu akan tercipta kondisi yang nyaman bagi pembelajaran dan tumbuhnya karakter pada diri murid. Dengan demikian murid belajar bagaimana mengambil keputusan yang cantik, tepat, baik saat ini maupun ketika mereka dewasa kelak.
Koneksi Antar Materi
Modul 3.1. (Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran) ini juga saling terkait dengan modul-modul sebelumnya. Modul ini memberikan banyak bekal bagi guru dalam mengelola permasalahan yang muncul baik sebagai individu maupun pemimpin pembelajaran.
Keterkaitan modul ini dengan Modul 2.3 (Coaching) adalah membantu guru dalam menyelami masalah murid sebelum melakukan sesi coaching. Merujuk pada 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan tentunya.
Keputusan yang diambil guru tentu saja harus memperhitungkan sosial emosional murid yang telah dipelajari di Modul 2.2 (Pembelajaran Sosial Emosional) dan di Modul 2.1. Pembelajaran Berdiferensiasi. Pembelajaran yang mementingkan keragaman murid baik dari segi konten, proses, maupun produk.
Keterampilan pengambilan keputusan ini bisa diajarkan pada teman-teman sejawat agar bersama-sama mampu mengembangkan budaya positif di sekolah yang berfokus pada aset, hal-hal positif yang ada. (Modul 1.4). Guru-guru muda, produktif, kreatif adalah kekuatan positif yang harus digerakkan agar mampu mencapai visi sekolah yang dicanangkan. Ini sesuai dengan Modul 1.3 (Visi Guru Penggerak).
Sementara itu kaitan Modul 3.1. dengan Modul 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak) adalah keterampilan pengambilan keputusan semakin meningkatkan wawasan CGP dalam memperkuat nilai diri seperti mandiri, reflektif, inovatif, kolaboratif, dan berpihak pada murid serta perannya sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antarguru, dan menggerakkan kepemimpinan murid.
Terakhir, keterkaitan Modul 3.1. dengan Modul 1.1 (Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara) adalah pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran bisa merujuk pada Patrap Triloka KHD di atas.
Sidoarjo, 19 September 2021
Tulisan yang sangat menginspirasi kita sebagai pendidik keren.
makasih bu Prapti apresiasinya.