Judul tulisan ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pengembangan Komunitas berbasis Aset. Gagasan tersebut dicetuskan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann– pendiri ABCD Institute di Northwestern University. Pemikiran tersebut muncul sebagai kritik atas pemikiran tradisional yang menekankan pada masalah, kekurangan, dan kebutuhan dalam sebuah komunitas. Bahasa kerennya Deficit Based Community Development (DBCD). Dengan bahasa sederhana bisa dikatakan komunitas sebagai penerima bantuan. Karena menerima bantuan, otomatis komunitas tersebut tidak berdaya, pasif, dan bergantung pada orang lain.
Sebaliknya, ABCD menciptakan komunitas yang berdaya, aktif, mandiri, dan produktif. Komunitas ini melihat semua aset yang mereka miliki untuk menyelesaikan tantangan yang mereka hadapi. Modalnya apa? Kekuatan positif dan potensi yang ada dalam diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil yang diharapkan akan lebih optimal.
Sekolah sebagai komunitas bisa memetakan kekuatan positif, aset atau modal utama dalam menjawab permasalahan yang ada. Kalau sebelumnya menggunakan pendekatan berbasis masalah sekarang sudah saatnya melalui pendekatan aset, modal atau kekuatan positif yang ada.
Ada tujuh aset/modal utama yang bisa digunakan.
Pertama, modal manusia. Sumber daya manusia ini merupakan investasi yang sangat berharga bagi komunitas. SDM yang berkualitas sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan organisasi. Dalam komunitas sekolah, aset manusia ini terdiri dari kepala sekolah, guru, staf administrasi, security, siswa, dan wali murid.
Kedua, modal sosial. Mulai dari norma dan aturan yang mengikat masyarakat, unsur kepercayaan (trust), dan jaringan (net working) antarunsur dalam komunitas atau masyarakat. Contohnya komunitas praktisi, asosiasi profesi, institusi agama, pendidikan, sosial, dan sebagainya.
Ketiga, modal fisik. Yang termasuk dalam modal fisik adalah bangunan beserta sarana dan prasarananya. Mulai dari akses internet sampai pembuangan air, pemanfaatan sampah, dan semua hal terkait pendukung pembelajaran dalam komunitas sekolah.
Keempat, modal lingkungan atau alam. Semua potensi yang ada pada alam yang bisa diolah serta memiliki nilai ekonomi tinggi dalam pelestarian alam serta kenyamanan hidup. Termasuk di dalamnya adalah udara yang bersih, bumi, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Kalau di sekolah bisa tanah untuk berkebun, empang untuk beternak ikan, dan sebagainya.
Kelima, modal finansial. Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan pelaksanaan kegiatan. Modal finansial termasuk tabungan, investasi, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal. Selain itu, modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang praktik-praktik ekonomi-bagaimana menghasilkan uang dan membangun usaha.
Keenam, modal politik. Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan. Selain itu lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas.
Ketujuh, modal agama dan budaya. Identifikasi dan pemetaan modal agama dan budaya sangat penting dilakukan oleh komunitas yang selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang kegiatan komunitas tersebut.
Pemetaan Tujuh Aset Utama
Nah, kemarin saya bersama teman-teman di Pendidikan Guru Penggerak melakukan pemetaan terhadap tujuh aset utama dalam komunitas sekolah. Di kelompok saya ada Pak Ridho (SMP Amanatul Ummah), Bu Lika (SDN Pacarkembang 1 Surabaya), saya sendiri dari SMP Al Hikmah Surabaya dan Pak Marko (SMA Al Hikmah Surabaya).
Poster inilah hasilnya.
Mayoritas guru-guru di SMP-SMA Al Hikmah dan SMP Amanatul Ummah masih muda, energik, produktif, dan selalu up-to-date. Sebaliknya, guru-guru di SDN Pacarkembang 1 mayoritas sudah senior sehingga mereka lebih berpengalaman, lebih sabar, dan lebih bijak dalam menghadapi masalah. Selain itu ada juga Ikatan Alumni yang kuat, Yayasan yang suportif, dan Komite Sekolah yang loyal. Mereka semua adalah modal manusia yang penting bagi komunitas sekolah.
Guru-guru di keempat sekolah ini sangat aktif dalam menjalin networking. Ada yang terlibat dalam komunitas profesi seperti Persatuan Guru NU (Pergunu), PGRI, dan IGI dan kKomunitas-komunitas lain seperti Media Guru, Rumah Matematika, dan sebagainya. Modal sosial ini sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas komunitas sekolah.
Modal fisik tampak pada bangunan yang memadai beserta seluruh infrastrukturnya. Laboratorium, perpustakaan, kelas, kolam renang, dan lainnya yang mendukung pembelajaran.
Ketika menganalisa modal lingkungan ternyata banyak sekali aset yang bisa dimanfaatkan. Seperti di Amanatul Ummah, mereka memanfaatkan lahan kosong dengan membudidayakan lele, beternak bebek. Dengan memanfaatkan alumni yang sudah berhasil untuk mendanai ini. Hasil beternak ini dijual dan menjadi modal finansial tersendiri. Lahan di SDN Pacarkembang sebagian digunakan untuk menanam pohon mangga sehingga sekolah tampak hijau asri dan kalau sedang panen, buahnya bisa dinikmati oleh semua warga sekolah.
Modal finansial untuk sekolah negeri didapat dari pemerintah. Bisa berupa dana BOS dan beberapa beasiswa pendidikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk swasta, modal finansial ini ya dari SPP yang dibayarkan wali murid dan usaha-usaha lain yang mendukung seperti budidaya lele dan ternak bebek di Amanatul Ummah di atas. Kalau di AL Hikmah ada swalayan, Sport Center, dan Hikmah Food. Seluruh elemen ini bergerak untuk mendukung berputarnya roda pendidikan.
Sebagai modal politik, banyak sekali keterlibatan institusi pemerintahan pada komunitas sekolah. Contohnya vaksinasi masal untuk sekolah yang diadakan oleh dinas kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas, upaya pencegahan narkoba oleh BNN, Kepolisian, mitigasi bencana bekerja sama dengan Dinas Pemadam Kebakaran, dan sebagainya.
Terakhir modal agama dan budaya. Di sekolah-sekolah Islam seperti Amanatul Ummah dan Al Hikmah tentu saja sudah mengusung modal ini. Pembelajaran akhlak, tahfidz Al Qur’an sebagai contoh. Di SDN Pacar Kembang banyak diadakan kegiatan-kegiatan budaya seperti menari, melukis, membatik sebagai upaya melestarikan budaya leluhur kita.
Semoga tulisan ini menambah wawasan teman-teman dalam melirik aset sekolah dan menggali lebih dalam lagi semua potensi yang ada. Jangan lupa mengembangkan komunitas berbasis aset.
Sidoarjo, 23 September 2021
Semangat terus Bu ??
iya bunsay