Trapesium Usia

Trapesium usiaku (sumber: dokumen pribadi)

Apa itu? Saya juga baru mengenalnya dan harus membuatnya karena menjadi bagian dari tugas Modul 1.2. a.3 Mulai dari Diri — Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak. Tugas yang harus saya kerjakan di pekan kedua sebagai salah satu Calon Guru Penggerak Angkatan 2.  Nah, gambar di atas itu hasilnya.

Untuk membuat trapesium usia di atas, ada beberapa langkah yang harus saya lakukan. Pertama, buat garis miring ke kanan atas. Ini usia sekolah. Saya terakhir bersekolah usia 22 tahun, saat lulus S1. Kedua, tarik garis ke kanan. Ini menunjukkan usia aktif kerja kita. Di ujung garis itu saya tulis 60 sebagai usia pensiun saya. Sementara 48 adalah usia saya sekarang. Ketiga, ingat dua peristiwa penting yang terjadi di usia sekolah. Peristiwa tersebut bisa positif dan negatif. Hitunglah selisih antara usia sekarang dan kedua peristiwa tersebut.

Mulanya saya berpikir untuk apa sih trapesium ini. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapat jawabannya karena setelah instruksi di atas diikuti oleh beberapa pertanyaan. Di antaranya:

  1. Mengapa momen yang terjadi di masa sekolah masih dapat dirasakan dan mungkin masih dapat memengaruhi diri Anda di masa sekarang?
  2. Menurut Anda, apa saja peran dari seorang Guru jika dikaitkan dengan trapesium usia?
  3. Buatlah 1-2 kalimat yang dapat menggambarkan nilai-nilai yang Anda percayai sebagai seorang Guru, menggunakan kata-kata berikut: Guru, Murid, Belajar, Makna.

Jawaban ketiga pertanyaan tersebut di atas inilah yang menjawab keingintahuan saya atas trapesium ini. Mau tahu jawaban saya atas pertanyaan di atas? Boleh. Sebelumnya saya share dulu ya peristiwa positif dan negatif yang saya alami ketika bersekolah. Saya mulai dari yang positif dulu ya kawan.

Saat saya SMP kelas satu, saya mendapatkan nilai yang bagus dalam pelajaran bahasa Indonesia, khususnya membuat naskah drama sederhana. Kalau tidak salah, nilainya sekitar 88. Nilai tertinggi yang diberikan Bu Herlina–guru bahasa Indonesia saya– saat itu.

Bu Herlina memuji saya. Ini membuat saya bahagia. Selanjutnya, beliau menugaskan kepada kami semua untuk membuat catatan pada acara Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI yang diasuh oleh Bapak Yus Badudu. Saya selalu mendapat nilai yang bagus. Resume saya selalu menjadi rujukan.

Jaub sebelum Gerakan Literasi Nasional (GLN) digulirkan, Bu Herlina sudah menugaskan kami untuk meminjam buku di perpustakaan dan menuliskan resumenya. Sekali lagi, saya selalu mendapat nilai yang lebih bagus dibanding teman-teman. Resume saya selalu dipinjam teman-teman karena lebih lengkap. Mengapa? Karena Bu Herlina sering membuat soal ulangan berdasar resume tadi.

Buku-buku yang kami resume semua adalah karya sastra zaman dulu seperti Siti Nurbaya, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Salah Asuhan, Atheis, dan sejenisnya.

Peristiwa negatif terjadi ketika saya kelas dua SMA. Saya ikut kegiatan ekstrakurikuler beladiri pencak silat. Perisai Diri (PD) namanya. Saya senang sekali tergabung dalam kegiatan ini. Latihan demi latihan saya ikuti hingga setiap gerakan menjadi reflek atas sebuah stimuli.

Suatu hari saya dilempar penghapus oleh guru saya. Ceritanya, saat itu beliau sedang menerangkan pelajaran. Teman-teman lelaki di area belakang dan samping kanan saya ramai.  Sekali dua kali bu guru tersebut mengingatkan. Saya termasukk juga yang diingatkan. Tentu saja saya bilang saya tidak ramai karena memang saya tidak ramai. Tetiba sebuah penghapus melayang ke arah saya. Reflek saya tolak penghapus itu dengan gerakan kipas, salah satu jurus yang saya dapatkan di silat PD. Hal ini menjadikan beliau marah besar. Dipikirnya saya membangkang. Saya minta maaf dan memberikan alasan kalau itu gerakan reflek. Beliau tidak bisa menerima dan mengirim saya ke guru BK.

***

Mengapa saya bisa mengingat dengan jelas kedua peristiwa di atas?

Meskipun sudah 32 sampai 36 tahun yang lalu saya masih mengingat dengan jelas peristiwa tersebut karena keduanya sangat bermakna. Memberi kesan yang dalam. Peristiwa yang mengesankan baik positif maupun negatif akan mendapatkan tempat tersendiri dalam pikiran kita dibanding dengan peristiwa yang biasa-biasa saja. Coba Anda ingat-ingat, kapan pertama kali jatuh cinta, atau sebaliknya–putus cinta. Kapan pertama kali wisuda atau sebaliknya–menjadi mahasiswa abadi alias nggak lulus-lulus. Kapan mendapatkan gaji pertama, apa yang dilakukan dengannya atau sebaliknya–melamar kerja susah banget. Itu hanya beberapa contoh di antaranya.

Nah, ketika saya mendapat pertanyaan temukan peristiwa positif dan negatif di sepanjang usia sekolah, radar di otak saya langsung menuju dua peristiwa di atas karena mereka benar-benar bermakna.

Lalu, apa saja peran  guru terkait trapesium di atas? Pepatah mengatakan pengalaman adalah guru terbaik. Dan itu benar adanya. Pengalaman akan membentuk kedewasaan seseorang. Guru yang kaya akan pengalaman tentu akan mempunyai prior knowledge–pengetahuan awal yang lebih banyak dibanding mereka yang miskin pengalaman.

Pengalaman inilah yang akan digunakan guru ketika berhadapan dengan siswa. Bagaimana seharusnya ia bersikap jika berhadapan dengan siswa A misalnya. Tentunya berbeda ketika menghadapi siswa B. Mengapa demikian? Karena setiap individu itu unik.

Saya, tentu saja meneladani Bu Herlina pada kasus pertama karena beliau mampu membangkitkan motivasi seorang siswa dalam membaca dan menulis. Secara tidak langsung, saya jatuh cinta dengan dunia jurnalistik ya… gegara bu Herlina tadi.

Di kasus kedua, saya tidak akan mencontoh apa yang dilakukan guru saya tadi–melempar penghapus tanpa mendengarkan apa yang disampaikan siswa.  Saya akan lebih mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh siswa saya sebelum menberikan perlakuan.

Untuk menutup tulisan ini saya akan menjawab tantangan di pertanyaan ketika yaitu membuat 1-2 kalimat yang mengandung kata Guru-belajar-murid-makna.

Ini jawaban saya:

Guru adalah profesi yang mulia, pewaris para Nabi. Dengan demikian, ia harus mewariskan hal-hal positif bagi para murid dalam belajar agar pembelajaran yang mereka peroleh benar-benar bermakna sepanjang hayat.

 

Semoga kita semua bisa menjadi guru-guru yang mewariskan kebaikan pada para siswa. Semangat pagi, kawan.

 

Sioarjo, 1 Mei 2021

Fb: Hernawati Kusuma

 

8 Replies to “Trapesium Usia”

Leave a Reply

Your email address will not be published.