
Hari ini saya membersamai guru-guru TK Al Hikmah Surabaya untuk mewujudkan impian mereka. Membuat buku. Sehari sebelumnya, kepala sekolah memberikan link tulisan para guru ini. Ketika saya buka, ada 24 tulisan. Setiap tulisan terdiri dari 4-5 halaman A4. Hanya ada dua tulisan yang panjangnya antara 6-8 halaman. Kalau tulisan itu dirapikan, sudah jadi satu buku berukuran A5 dengan jumlah halaman lebih kurang 200.
Saya membaca satu demi satu tulisan tersebut sekaligus membuat catatan sederhana yang akan saya sampaikan di forum hari ini. Ternyata yang saya temukan serupa dengan yang sudah-sudah. Artinya, penulis pemula cenderung melakukan hal yang sama sehingga saya memberi masukan beberapa hal.
Pertama, jangan menulis dengan kalimat yang terlalu panjang. Zalim. Kalimat yang panjang akan menyusahkan pembacanya. Bayangkan jika Anda diminta membaca kalimat di bawah ini dengan sekali tarikan nafas.
Saat diumumkan jenjang TK melakukan pembelajaran secara online, saya diberikan amanah menjadi koordinator jenjang kelompok B berupaya membuat program agar pembelajaran online yang baru pertama kali dilakukan oleh anak-anak berjalan dengan lancar dan pendampingan secara online pertama kali yang dilakukan oleh orangtua disepanjang sejarah kehidupan mereka dilakukan dengan penuh kesabaran dan ajeg dalam pelaksanaanya.
Lalu, solusinya bagaimana? Kita bisa memotong kalimat tersebut menjadi beberapa kalimat pendek. Kalimat yang pendek akan lebih cantik dilihat dan lebih nyaman dibaca. Kita tidak perlu ngoyo. Yang penting, kita tidak menzalimi pembaca.
Contoh di atas belum seberapa. Ada juga yang menuliskan satu kalimat yang panjangnya tiga kali contoh kalimat di atas. Saya beri tantangan untuk membaca dengan satu kali tarikan nafas. Bisa dibayangkan betapa ngos-ngosan membacanya. Meskipun di dalam tubuh kalimat tersebut dipisahkan dengan tanda koma, ia masih menzalimi pembaca.
Kedua, jangan membuat paragraf yang terlalu panjang. Ini juga menyusahkan pembaca. Bikin mata sepet. Pernah saya menemukan tulisan yang hanya terdiri dari satu paragraf dalam satu halaman. Alamaak…Jadi nggak mood membacanya.
Solusinya, paragraf yang terlanjur panjang bisa kita potong. Di dalam paragraf yang panjang tadi pasti mengandung beberapa pokok pikiran. Nah, kita pangkas di sini. Yang penting di setiap paragraf harus mengandung ide pokok.
Ketiga, bagilah dalam beberapa subtema jika tulisan kita terlalu panjang. Misalkan kita hendak menulis tentang pengalaman selama pembelajaran daring sebanyak empat halaman. Nah, kita bisa menyisipkan beberapa subtema terkait dengan pembelajaran daring tersebut. Misal, gambaran pembelajaran daring, tantangan dalam pembelajaran daring tersebut, harapan, dan sebagainya. Dengan demikian, pembaca akan merasa terbantu dalam memahami apa yang kita tuliskan. Step by step. Bukankah membantu orang itu bernilai pahala?
Keempat, koherensi. Keterpaduan hubungan, baik itu koherensi antarkalimat dalam satu paragraf maupun antarparagraf dalam sebuah teks. Ini penting sekali. Paragraf dikatakan koheren jika kalimat-kalimat yang menyusun paragraf itu kompak. Artinya, bersama-sama mendukung gagasan utama sebuah paragraf. Begitu juga antarparagraf. Bersama-sama mendukung gagasan utama sebuah teks.
Contohnya, jika paragraf pertama menanyakan sebuah fenomena maka paragraf selanjutnya menjawab pertanyaan fenomena tersebut. Jika paragraf sebelumnya membahas sebab sebuah kejadian, paragraf selanjutnya membahas akibat. Jika paragraf sebelumnya berbicara tentang proses, paragraf-paragraf sesudahnya harus mengurai proses tersebut. Sederhananya seperti itu.
Kelima, referensi atau rujukan. Pada beberapa tulisan yang saya periksa, saya menemukan tulisan yang tidak mencantumkan sumber rujukan. Ini bahaya karena kita bisa terkena plagiarisme. Apakah tidak boleh merujuk tulisan orang lain? Jawabannya sih boleh-boleh saja asal kita mencantumkan sumbernya. Jika itu diambil dari surat kabar, buku, majalah, website maka kita harus mencantumkannya. Tulisan ringan sehari-hari jarang yang memakai rujukan meskipun ada juga penulis yang mencantumkan dalam tulisannya. Terutama jika tulisan tersebut membutuhkan dukungan teori dari para ahli.
Keenam, ejaan. Yang terakhir ini tidak kalah pentingnya. Salah satu contohnya adalah penulisan kata depan dan awalan. Masih banyak guru penulis yang belum bisa membedakan cara penulisannya. Misalnya di, kapan dia harus dipisah dan disambung dengan sebuah kata. Sebagai kata depan, di harus dipisah. Contohnya di rumah, di pasar, di bawah, di pojok dan sebagainya. Sebagai awalan, di harus disambung. Contohnya dibawa, diletakkan, dipukul, dibaca dan sebagainya.
Contoh lainnya adalah pemakaian huruf kapital dan juga pemakaian tanda baca. Masih banyak yang harus diperhatikan. Hal-hal seperti ini bisa kita pelajari secara simultan selagi menulis. Sesekali kita memang perlu membaca Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) agar tulisan kita lebih mantap.
Itulah keenam catatan yang saya berikan pada teman-teman guru TK Al Hikmah Surabaya hari ini. Saya tuliskan kembali barangkali memberi manfaat bagi pembaca.
Sidoarjo, 28 November 2020
Terima kasih Coach sangat bermanfa’at
Majelis ilmu pada pagi tadi.
Sama-sama bu Heni yang tangguh. Terima kasih sudah mampir
Catatan Bu Herna mantaap.
Catatan Bu Herna mantaap.
terima kasih bu Ainy sudah mampir
Terima kasih Ustdz Herna, ilmunya bermanfaat dan memotivasi ….
sama-sama bun. semoga bermanfaat. hayuuk nulis lagi
Terimakasih bu Herna
sama-sama pak kohar. Terima kasih sudah mampir. Mana tulisan jenengan?
Alhamdulillah…dapat ilmu yg luar biasa… barakallah, terima kasih ustadzah Herna… Akan kita coba
swuiip sang calon editor.
Enam catatan yang makjleb. InsyaAllah segera dipraktekkan.
Tulislah….tulislah…tulislah…
Matur nuwun coach
sama-sama bu Nurul. Makasih sudah mampir. Nulisss terusss
Sangat suka dan bermanfaat Bu.Catatan.penting yang harus diingat
terima kasih bu Kanjeng. Matur nuwun kersa mampir
Jazakillah khair coach. Superrr.. dan to the point ?
Insyaallah bisa segera dipraktekkan
Mantaaap. Tulisan bu Dita juga josss