Dua Buku untuk Babak Baru

Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mewujudkan buku ini- Cinta dalam Kenangan. Buku yang saya tulis dengan air mata saat itu. Mengingatkan saya pada banyak hal. Gelombang Covid-19 yang ganas. Memangsa siapa saja. Tidak pandang bulu. Anak-anak sampai orang tua, laki-laki maupun perempuan, yang dirawat di rumah atau di rumah sakit. Istri kehilangan suami, anak kehilangan orang tua. Begitu sebaliknya. Setahun saya menulisnya. Ini menjadi buku terlama yang saya tulis. Biasanya saya butuh waktu sekitar tiga bulan untuk menulis sebuah buku (sudah termasuk riset di dalamnya). Di balik buku ini pun tersimpan selaksa cinta, ketangguhan, persaudaraan, harapan, kenangan, kepasrahan, dan tentu saja-abadinya sebuah kerinduan.

Di Facebook ini pula saya juga sering berbagi tulisan yang akhirnya menjelma buku yang satu ini- Jalan Panjang Menuju Guru Penggerak. Kumpulan tulisan pergulatan panjang saya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angkatan kedua. Sembilan bulan kami harus berjibaku dengan materi untuk dipelajari,  tugas-tugas yang harus dipenuhi deadlinenya agar bercentang biru.  Harus pandai berbagi waktu antara menyiapkan pembelajaran dan tugas-tugas rumah tangga.

Saya membagi buku ini pada teman-teman guru penggerak sebagai pengikat persaudaraan. Buku ini pun cukup membantu teman-teman saya yang sedang mengikuti pendidikan guru penggerak. Semacam spil tugas gitu. (hehehe) Oya, buku ini sudah melanglang buana ke berbagai tempat karena saya membaginya pada hampir setiap tamu yang berkunjung ke SMP Al Hikmah Surabaya- tempat saya bekerja.

Nah, kedua buku ini  menjadi sangat istimewa karena saya akan membawanya ke Yogjakarta besok untuk mengikuti Kopdar Komunitas Menulis Rumah Virus Literasi (RVL) asuhan dosen S1 saya sekaligus pegiat literasi UNESA, Much. Khoiri. Kopdar pertama ini akan diselenggarakan pada tanggal 21-23 Oktober 2022.

Bagi seorang penulis, pertemuan seperti ini menjadi sangat penting karena bisa “ngluru” ilmu pada penulis senior. Bertemu dan bercengkerama dengan mereka yang biasanya hanya dilakukan secara maya. Saling berbagi dan bertukar buku. Tidak kalah pentingnya adalah membangun jejaring.

Bagi saya, laku literasi ini sudah bukan ranah diri pribadi melainkan institusi. Bagaimana kita mampu menularkan virus menulis pada orang-orang terdekat kita. Teman-teman guru, anak-anak didik kita, bahkan para pimpinan di atas kita agar mulai tergerak untuk menulis buku. Buku menjadi legacy-warisan yang tidak ternilai harganya.

Selain itu, kedua buku ini menjadi penanda saya mengakhiri satu babak dalam hidup untuk memulai suatu babak yang baru.  Thank you Allah for blessing me until today. Terima kasih pada teman-teman yang sudah mendoakan agar saya mendapat kebarakahan di umur yang tersisa. Berkurang lagi satu tahun umur ini. Doa-doa terbaik saya untuk sahabat-sahabat semua. Semoga selalu sehat dan bahagia.

 

Sidoarjo, 20 Oktober 2022

Tiket ke Yogyakarta

Alhamdulillah. Akhirnya saya punya tiket ke Yogya. Tiket itu berupa buku tunggal yang saya tulis saat menjalani Pendidikan Guru Penggerak (PGP) selama sembilan bulan. Durasi waktu yang tidak bisa dibilang pendek itu menawarkan sejumlah tantangan. Apalagi saat menjalani pendidikan, guru tidak boleh meninggalkan tugas utamanya di sekolah-mengajar. Tantangan demi tantangan yang ada bisa saya selesaikan dengan baik. Semuanya saya tuliskan sedikit demi sedikit di blog. Menabung tulisan, begitu beberapa teman penulis mengistilahkan.

Kumpulan tulisan tersebut akhirnya menemui takdirnya menjadi buku. Buku berjudul Jalan Panjang Menuju Guru Penggerak berisi refleksi saya terhadap tugas-tugas yang diberikan, rencana aksi, dan laporan aksi nyata yang kami lakukan sebagai calon guru penggerak. Sebuah aksi yang barangkali kecil tetapi jika dilakukan secara masif tentu akan berdampak. Buku inilah yang akan membawa saya ke Yogyakarta. Sebenarnya, buku ini sudah siap sejak awal tahun lalu namun karena gonjang-ganjing ISBN di negeri ini saya harus menunggu sekitar 6 bulan. Alhamdulilah, jika Allah menghendaki saya akan ke Yogjakarta dengan tiket buku ini. Kok bisa? Begini ceritanya. Continue reading “Tiket ke Yogyakarta”

Lulus

sumber: dokpri

Berhasil… berhasil….berhasil…. horeee!!!

Kalau Anda pecinta film animasi anak Dora the Explorer pasti ingat lagu itu. Setiap selesai melakukan misinya, gadis berponi ini selalu berteriak seperti di atas. Penuh keceriaan dan rasa bahagia. Perasaan inilah yang menggambarkan para Calon Guru Penggerak (CGP)  Angkatan 2 yang kemarin dinyatakan lulus dari Pendidikan Guru Penggerak (PGP) selama 9 bulan. Alhamdulillah. Hanya karena rahmat Allah semua ini terjadi.

Dari 3140 orang CGP yang berasal dari 71 kabupaten/kota di 23 provinsi ada 3004 CGP yang lulus. Sekitar 131 orang tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena sakit, meninggal, pindah tugas, dan 5 orang dinyatakan tidak lulus. Demikian sambutan DR. Praptono, Direktur Kepala Sekolah Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan dalam acara penutupan PGP Angkatan 2 kemarin (Rabu, 19 Januari 2022). Continue reading “Lulus”

Panen Karya di Lokakarya 7 (1)

 

Bersama fasilitator dan para tamu, Bu Mamik dari Dinas Pendidikan Surabaya

Tidak terasa sudah berjalan delapan bulan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 2 yang kami ikuti. Bulan ini ada Lokakarya 7 yang menjadi momen spesial bagi kami karena agendanya panen karya. Menurut Pengajar Praktik saya-Pak Mifta Churohman-konsep panen karya ini serupa dengan konsep “mitoni” pada ibu hamil di adat tradisional Jawa.

Kata “mitoni” berasal dari kata “pitu” atau tujuh. Namun ada juga yang mengartikan “pitu” itu sebagai “pitulungan” alias pertolongan. Esensi mitoni adalah memohon doa pertolongan agar ibu dan bayi yang ada dalam kandungan selalu dalam kondisi yang baik. Bayi yang dilahirkan menjadi pribadi yang baik dan berbakti tentunya.

Dengan analogi yang sama, Lokakarya 7 pada dasarnya adalah memohon pertolongan agar guru-guru penggerak tetap menjaga semangat dan niat tulusnya dalam menjalani pendidikan. Setelah diwisuda kelak dan berakhirnya program pendidikan diharapkan mereka menjadi penggerak-penggerak yang berkepribadian baik dan berbakti pada bangsa. Indikatornya adalah menggerakkan teman-teman guru lainnya. Tujuannya satu, memberikan pendidikan dan pengajaran yang lebih berpihak pada murid agar tujuan pendidikan mewujudkan well-being students bisa terealisiasi dengan sempurna.

Lokakarya 7 dilaksanakan pada hari Jumat-Sabtu, 12-13 November 2021 di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya. Forum ilmiah dilaksanakan di hari pertama sementara pameran hasil karya dilaksanakan di hari kedua. Kami harus menginap karena harus menyiapkan segala hal terkait pameran keesokan harinya. Kami mendisplay semua karya yang telah kami lakukan selama perjalanan mengikuti PGP ini. Masing-masing kelompok akan memamerkan hasil karya mereka berdasarkan salah satu  Modul dalam PGP ini.

Ada tiga modul dalam PGP. Modul 1 Paradigma dan Visi Guru Penggerak, Modul 2 Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid, dan Modul 3 Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah. Kelompok saya kebagian peran menampilkan Modul 2. Dalam modul 2 ini ada 3 bagian di antaranya pembelajaran  berdiferensiasi, pembelajaran berbasis sosial emosional, dan coaching. Jadi, kami harus memamerkan semua hasil karya kami, karya murid-murid kami di lingkup modul 2. Selain pameran ada juga kelas berbagi yang dihadiri para kepala sekolah dan pimpinan lainnya sebagai sarana diseminasi.

Karena kesibukan masing-masing guru maka koordinasi dilakukan intens secara online. Baru ketika mendekati Hari H karena bertemu secara offline untuk mengelola pameran ini. Hari Senin kami merapatkan diri, berbagi tugas dan tanggung jawab.  Setelahnya semua anggota kelompok bergerak cepat karena waktu yang tidak panjang.

Dalam tiga hari kami harus menyelesaikan semuanya. Mendesain stand, mengumpulkan alat-alat dan media yang dibutuhkan, membuat portofolio dengan cara mencetak semua tugas-tugas kami yang ada di lms PGP, mendesain dan mencetak banner, brosur, mengumpulkan video pembelajaran, video kegiatan dan mem-barcode-nya, menyiapkan suvenir bagi pengunjung (suvenir ini harus karya siswa di sekolah),  dan sebagainya. It’s really hard day for us karena kami masih harus mengajar di siang harinya. But it’s really exciting.

Sebenarnya kami berencana menyusun antologi perjalanan kami mengikuti PGP ini namun karena waktu yang tidak cukup sehingga buku tersebut belum terealisasi. Semoga saja kami benar-benar bisa mewujudkan saat wisuda nanti. Mengikat kenangan dalam bentuk tulisan.

Saat hari H, selepas forum ilmiah kami harus menyiapkan stand. Dengan bahu membahu akhirnya stand bisa selesai pada pukul 11 malam. Kami harus beristirahat agar keesokan harinya bisa melaksanakan tugas pameran dengan baik.

Apa yang terjadi di pameran? Akan saya tuliskan pada bagian ke dua Panen Karya besok. Semoga.

Sidoarjo, 15 November 2021

DEAR, Drop Everything And Learn

Beberapa tahun silam sebelum Gerakan Literasi Sekolah semarak saya pernah melaksanakan praktik-praktik literasi terkait pembelajaran bahasa Inggris dalam bungkus Extensive Reading (ER). ER ini berbeda dengan Intensive Reading (IR).

IR adalah apa yang biasa kita lakukan di ruang kelas. Guru memberikan bacaan yang sama pada murid. Mereka wajib membaca teks yang sama dan mengerjakan latihan-latihan soal yang mengiringinya. ER sebaliknya. Guru memberikan bacaan yang berbeda pada murid sehingga mereka membaca teks yang berbeda. Mereka membacanya di luar jam pembelajaran. Bisa pada saat istirahat, saat menunggu jemputan, saat rehat di rumah, dalam perjalanan, dan kesempatan-kesempatan lainnya. Mereka bisa memilih bacaan yang mereka senangi sehingga membaca benar-benar menjadi aktivitas yang menyenangkan. Reading for pleasure. Continue reading “DEAR, Drop Everything And Learn”

Kekuatan Teman Sejawat

Saya bersama teman sejawat CGP Angkatan 2 Surabaya dan Pengajar Praktik

Satu hal yang saya pelajari dari Lokakarya 5 Pendidikan Guru Penggerak (PGP) hari ini adalah kekuatan teman sejawat. Jadi, Calon Guru Penggerak (CGP) ini diminta menuliskan hal-hal apa yang berkembang setelah mengikuti PGP selama 6 bulan ini. Jawaban sangat beragam. Ada yang menuliskan pengembangan pembelajaran, keaktifan dalam komunitas praktisi, keterampilan coaching, kemampuan mengelola aset sekolah, dan lainnya.

Yang menarik adalah ketika ditanya faktor pendukung apa yang paling berpengaruh dalam berkembangnya kemampuan CGP ini. Mayoritas menjawab teman sejawat. Hal ini  sangat beralasan  mengingat CGP tidak bisa bekerja sendiri baik ketika dalam pendidikan maupun aplikasinya di sekolah. Continue reading “Kekuatan Teman Sejawat”

Asset Based Community Development (ABCD)

Judul tulisan ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pengembangan Komunitas berbasis Aset. Gagasan tersebut dicetuskan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann– pendiri ABCD Institute di Northwestern University. Pemikiran tersebut muncul sebagai kritik atas pemikiran tradisional yang menekankan pada masalah, kekurangan, dan kebutuhan dalam sebuah komunitas. Bahasa kerennya Deficit Based Community Development (DBCD). Dengan bahasa sederhana bisa dikatakan komunitas sebagai penerima bantuan. Karena menerima bantuan, otomatis komunitas tersebut tidak berdaya, pasif, dan bergantung pada orang lain.

Sebaliknya, ABCD menciptakan komunitas yang berdaya, aktif, mandiri, dan produktif. Komunitas ini melihat semua aset yang mereka miliki untuk menyelesaikan tantangan yang mereka hadapi. Modalnya apa? Kekuatan positif dan potensi yang ada dalam diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil yang diharapkan akan lebih optimal.

Sekolah sebagai komunitas bisa memetakan kekuatan positif, aset atau modal utama dalam menjawab permasalahan yang ada. Kalau sebelumnya menggunakan pendekatan berbasis masalah sekarang sudah saatnya melalui pendekatan aset, modal atau kekuatan positif yang ada. Continue reading “Asset Based Community Development (ABCD)”

Berpikir Berbasis Aset

Gelas ini setengah penuh atau setengah kosong? (gambar: wikipedia)

Kata “aset” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti modal atau kekayaan. Kekayaan adalah segala yang kita punya. Tidak harus  berbentuk uang dan harta berharga lainnya. Fisik kita,  pikiran, kesehatan, pendidikan, agama, dan lainnya.

Kalau Anda mengikuti sinetron Keluarga Cemara di tahun 90-an pasti masih ingat soundtrack-nya.  Menurut Abah dan Emak harta yang paling berharga adalah keluarga. Keluarga Cemara ini pernah hidup berkecukupan di Jakarta hingga suatu ketika hartanya ludes. Mereka harus meninggalkan kenyamanannya. Beradaptasi dengan kehidupan baru yang sangat jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Justru di sinilah mereka menemukan makna harta sesungguhnya yaitu keluarga.

Bung Hatta  lain lagi. Salah satu harta berharganya adalah buku. Saat diasingkan ke Boven Digul, ia membawa serta 16 peti berisi buku. Satu petinya bervolume  ¼ meter kubik. Jadi, total ada 4 meter kubik. Tulis Bung Hatta dalam memoarnya. Untuk memasukkan buku-buku tersebut ke dalam peti besinya saja membutuhkan waktu tiga hari. Sementara untuk pakaian, beliau hanya membawa 1 koper. Buku-buku itulah kekayaannya. Meskipun tubuhnya terpenjara Bung Hatta merasa merdeka karena pikirannya tidak terkungkung. Bung Hatta fokus pada aset yang dimilikinya—buku, kebebasan jiwa—dibanding dengan harta yang tak dimilikinya, kebebasan tubuh karena terpenjara. Continue reading “Berpikir Berbasis Aset”

Belajar Mengambil Keputusan

Wawancara dengan teman sejawat terkait pengambilan keputusan kasus Bu Tati

 

Ki Hajar Dewantara (KHD) mencetuskan azas pendidikan yang kita kenal dengan Patrap Triloka ketika mendirikan Perguruan Taman Siswa. Tiga semboyan yang sangat akrab di telinga kita. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru bisa mengacu pada Patrap Triloka tersebut dalam mengambil keputusan.

Ing ngarsa sung tuladha– di depan memberi contoh. Ketika kita mengambil sebuah keputusan harus benar-benar mempertimbangkan agar keputusan tersebut tepat sasaran, fokus pada tujuan. Dengan demikian, murid bisa melihat kita sebagai role model di kelasnya. Seorang decision maker andal.

Ing madya mangun karsa berarti ketika kita berada di tengah-tengah murid harus mampu membangun kekuatan, potensi yang ada dalam diri mereka. Segala keputusan yang kita ambil harus berpihak pada murid. Bagaimana keputusan tersebut mampu mengulik setiap potensi murid yang masih terpendam. Guru harus cerdas, kreatif, inovatif  agar mampu memendarkan ide dan gagasannya dalam mengembangkan murid.

Tut wuri handayani artinya di belakang memberikan dorongan. Keputusan-keputusan yang kita ambil hendaknya mampu mendorong kepercayaan diri murid, potensi berkembang murid sehingga mereka merdeka melangkah. Tentu saja kemerdekaan yang kita berikan juga harus diiringi oleh tanggung jawab. Continue reading “Belajar Mengambil Keputusan”

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Tandem presentasi Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak bersama Ustad Edy Kuntjoro-Kepala SMA Al Hikmah Boarding School Batu

Tergabung dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP) merupakan berkah bagi saya. Banyak hal baru yang saya dapatkan baik ilmu maupun pertemanan. Ilmu ini sangat penting bagi saya sebagai guru yang haus pengembangan diri. Guru harus belajar, belajar, belajar baru mengajar. Pertemanan juga sangat penting karena guru-guru yang terhubung bisa saling menguatkan, berbagi informasi dan praktik-praktik baik yang telah dilakukan yang sekiranya bisa diadopsi untuk menyukseskan pendidikan. Setidaknya di ruang kelasnya. Continue reading “Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran”